"Ijlis bina nu'minu sa'ah." Lalu menitiklah banyak air mata.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam, senantiasa menyapa para sahabat dengan pertanyaan "Apakah kabar iman kalian saat ini?" Setiap kali bertemu, setiap kali bertatap muka, tidak ada yang paling beliau risaukan melainkan iman di dada para sahabat dan umatnya.
“Ijlis bina nu’minu sa’ah, mari duduk sejenak untuk membina semua iman kita”. Demikian ujar Muadz bin Jabal kepada para sahabat. Menginsafi banyak waktu mereka yang tersita oleh aktivitas diluar pembinaan iman, para sahabat senantiasa saling menjaga, saling mengingatkan. Seketika mereka saling menitikkan air mata. Hal itu pula yang dilakukan oleh Abdullah bin Rawahah kepada Abu Darda. "Akhi, ta’nul nu’minu sa’ah, marilah saudaraku kita beriman sejenak". Ujarnya.
Rasulullah salallahu wa salam menempatkan iman pada posisi yang sangat tinggi dan menjadi tolak ukur utama diatas kondisi keduniaan. Rasulullah SAW begitu khawatir kalau saja dunia membuat lalai para sahabat dan perlahan mengendurkan keimanan mereka. Iman menjadi nilai paling sentral yang senantiasa dijaga Rasulullah SAW dan para sahabat. Iman ini pula yang menjadi perhatian khusus Rasul, kepada seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, diriwayatkan suatu ketika selepas shalat shubuh, seperti biasa Rasulullah SAW duduk menghadap para sahabat. Kemudian beliau bertanya, “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?”. “Malikat, ya Rasul,” jawab sahabat. “Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?” Tukas Rasulullah. “Kalau begitu, para nabi ya Rasulullah” para sahabat kembali menjawab “Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?” kembali ujar Rasul. “Kalau begitu para sahabat-sahabatmu, ya Rasul”. “Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah.
Lalu Nabi SAW terdiam sejenak, kemudian dengan lembut beliau bersabda, “Yang paling menakjubkan imannya,” ujar rasul “adalah kaum yang datang sesudah kalian semua. Mereka beriman kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara-saudaraku itu.”
Kemudian, Nabi SAW meneruskan dengan membaca surat Al-Baqarah ayat 3, “Mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menginfakan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka.”
Lalu Nabi SAW bersabda, “Berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku” Nabi SAW mengucapkan itu satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi SAW mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh kali.
Dari hadist di atas tentu kita faham bahwa pernyataan Rasulullah SAW tidak berarti mengerdilkan keimanan para sahabat, namun jauh dari itu, dari sana kita menatap bahwa ada sebuah harapan besar Nabi SAW kepada umatnya yang hadir sesudahnya. Beliau memberikan perhatian dan apresiasi khusus bagi kita agar senantiasa menjaga keimanan.
Ya bagaimanapun, kembali mengingat apa yang senantiasa dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat dalam menjaga keimanan, sepatutnya membuat kita tertunduk malu. Para sahabat dengan amal-amal keimanan yang luar biasa, masih saja selalu merasa kurang, masih selalu memuhasabah diri, dan masih saling menitikan air mata ketika disadarkan tentang keimanan, lalu bagaimana dengan kita dengan segala hebatnya kelalaian kita?
Allahumma ij’alil hayata ziyadatan lana fi kulli khaiir, waj’alil mauta rohatan lana minkulli syarr. Jadikan ya Allah, kehidupan kami sebagai sarana menambah segala kebaikan. Dan jadikan kematian kami sebagai istirahat dari segala keburukan.
Ya, marilah duduk sejenak untuk memperbaiki keimanan kita.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam, senantiasa menyapa para sahabat dengan pertanyaan "Apakah kabar iman kalian saat ini?" Setiap kali bertemu, setiap kali bertatap muka, tidak ada yang paling beliau risaukan melainkan iman di dada para sahabat dan umatnya.
“Ijlis bina nu’minu sa’ah, mari duduk sejenak untuk membina semua iman kita”. Demikian ujar Muadz bin Jabal kepada para sahabat. Menginsafi banyak waktu mereka yang tersita oleh aktivitas diluar pembinaan iman, para sahabat senantiasa saling menjaga, saling mengingatkan. Seketika mereka saling menitikkan air mata. Hal itu pula yang dilakukan oleh Abdullah bin Rawahah kepada Abu Darda. "Akhi, ta’nul nu’minu sa’ah, marilah saudaraku kita beriman sejenak". Ujarnya.
Rasulullah salallahu wa salam menempatkan iman pada posisi yang sangat tinggi dan menjadi tolak ukur utama diatas kondisi keduniaan. Rasulullah SAW begitu khawatir kalau saja dunia membuat lalai para sahabat dan perlahan mengendurkan keimanan mereka. Iman menjadi nilai paling sentral yang senantiasa dijaga Rasulullah SAW dan para sahabat. Iman ini pula yang menjadi perhatian khusus Rasul, kepada seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, diriwayatkan suatu ketika selepas shalat shubuh, seperti biasa Rasulullah SAW duduk menghadap para sahabat. Kemudian beliau bertanya, “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?”. “Malikat, ya Rasul,” jawab sahabat. “Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?” Tukas Rasulullah. “Kalau begitu, para nabi ya Rasulullah” para sahabat kembali menjawab “Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?” kembali ujar Rasul. “Kalau begitu para sahabat-sahabatmu, ya Rasul”. “Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah.
Lalu Nabi SAW terdiam sejenak, kemudian dengan lembut beliau bersabda, “Yang paling menakjubkan imannya,” ujar rasul “adalah kaum yang datang sesudah kalian semua. Mereka beriman kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara-saudaraku itu.”
Kemudian, Nabi SAW meneruskan dengan membaca surat Al-Baqarah ayat 3, “Mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menginfakan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka.”
Lalu Nabi SAW bersabda, “Berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku” Nabi SAW mengucapkan itu satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi SAW mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh kali.
Dari hadist di atas tentu kita faham bahwa pernyataan Rasulullah SAW tidak berarti mengerdilkan keimanan para sahabat, namun jauh dari itu, dari sana kita menatap bahwa ada sebuah harapan besar Nabi SAW kepada umatnya yang hadir sesudahnya. Beliau memberikan perhatian dan apresiasi khusus bagi kita agar senantiasa menjaga keimanan.
Ya bagaimanapun, kembali mengingat apa yang senantiasa dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat dalam menjaga keimanan, sepatutnya membuat kita tertunduk malu. Para sahabat dengan amal-amal keimanan yang luar biasa, masih saja selalu merasa kurang, masih selalu memuhasabah diri, dan masih saling menitikan air mata ketika disadarkan tentang keimanan, lalu bagaimana dengan kita dengan segala hebatnya kelalaian kita?
Allahumma ij’alil hayata ziyadatan lana fi kulli khaiir, waj’alil mauta rohatan lana minkulli syarr. Jadikan ya Allah, kehidupan kami sebagai sarana menambah segala kebaikan. Dan jadikan kematian kami sebagai istirahat dari segala keburukan.
Ya, marilah duduk sejenak untuk memperbaiki keimanan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar